Selasa, 12 November 2013

Teaching English Language with Technology

(2.3) Making Accommodations for ELLs and Infusing Technology into a Lesson
In theoretical and practical considerations, it is important for content area teachers to apply area findings to their everyday practice. The specificity of the content (investigation of the nature of countries throughout the world) the lesson plan below could unfold across any range of content subject areas, because it is instructionally generic. First, the teacher introduces new topic by asking student a range of question to activate their schema, second the teacher than explains the parameters of project like researching a topic in country and creating the product (a brochure), and the last the student are then let loose in the library to research the topic and collate information in the form of brochure. In discussing the content objectives with the intern another important issue was raised : the need for all content-area teachers, in this case the social studies intern, to make sure that the ELLs also acquire knowledge of English so that their language development is promoted and actively reinforced in every lesson. As a result every ELL is guaranteed to be given the necessary language tools to follow and learn the content of the lesson. At times a lesson might require students to use specialized language functions such as comparing, contrasting, describing a process, expressing an opinion, formulating question, etc. In this case, a teacher needs to model the appropriate language functions.    
           
          Often times, it is not necessarily the language that the needs to be taught to ELLs, but helping them develop better language learning strategies  themselves. Such strategies may include repeating aloud, not being afraid to make mistakes, speaking to others in English or discussing, not waiting for the teacher to evaluate your progress, reviewing class notes, guessing when in doubt, rewriting class notes, recording new vocabulary and grammar in a notebook, making review cards, grouping verbs, noun, etc, not pretending to understand when you really don’t, paraphrasing when necessary, using mimes and gestures, writing down words that you don’t know, the find out what they mean, keeping language a diary, practicing daily, memorizing using images, sounds, rhymes (mnemonic devices), teaching someone what you have learned, using cognates for association with English, reviewing the day’s lesson after class, using a dictionary. Languge skills  involves practice with macro skills of speaking, listening, reading, and writing.

(2.4) Principles of Technology Use in Educational Settings
            In order to use IT on an ongoing basis in your lesson, it is important to become familiar with your own students familiarity with technology. Students sometimes have an unhealthy aversion to anything that smacks of education, so one cannot assume students will automatically know how to make a power point, a podcasts and surfed the internet. Pne way to gauge students computer literacy levels is to conduct a needs assessment will enable a teacher to better judge how much technology to infuse into a lesson and how much scaffolding a teacher needs in order to support student learning. However it is very important to be aware that teachers cannot expect students to learn technology and English and content all at the same time.
          
          Erben et al, suggest that purposeful and contextualized IT materials allow students to apply their knowledge of their world to content and language learning tasks. For ELLs this translates into the following potential IT activities :

  • üFor ELLs at the preproduction stage (level 1), choosing technology that supports text with images, such as photos, graphs, or charts  is highly advisable since it links text with its visual representation and acts equally as a mnemonic device.
  • ü   For ELLs at the early production stage (level 2), in addition to those listed for level 1 ELLs choosing Its that promote vocabulary, grammar, and listening acquisition such as exercise builders, as well as digital stories, audio podcast and online videos is recommended since all ELLs will go to through a silent period when learning English.
  • ü   For ELLs at the intermediate fluency stage {level 3), in addition to those listed for level 1 and 2 ELLs, it is important to use Its promote speaking, reading, and writing skills such as synchronous VoIPs (skype.com, gizmo.com).
  • ü  For ELLs at the speech emergent stage (level 4) in addition to those listed for level 1,2, and 3 ELLs it is important to promote an EELs CALP, in other words their subject-specific language ability.     

ITs to foster collaborative communication among students has been shown to foster proficiency in all language skill areas-speaking, writing, reading, and listening. Another challenge that may concern many teachers hoping to infuse IT into their classroom control. From a behavior management perspective, teachers need to train students to work effectively in different types of learning environments. Therefore, to ensure optimal  use of technologies in a content-area class, a pedagogically sound teaching plan is necessary.   Both teachers and students should be aware of the general principles when carrying out online activities and when using Its.   


Senin, 31 Januari 2011

PENYAKIT CACAR BISA MEMATIKAN

Istilah kedokteran penyakit cacar air adalah varisela. Sementara itu, cacar monyet atau cacar api adalah penyakit kulit lain yang disebut impetigo. Impetigo terdiri atas dua jenis, yakni impetigo krustosa (pada beberapa daerah) yang biasa disebut cacar madu, dan impetigo krustosa atau cacar api (cacar monyet).

Meskipun sama-sama disebut cacar, kedua penyakit ini (cacar madu dan cacar api) tidak sama dengan cacar air. Cacar air disebabkan virus, sedangkan cacar api adalah bakteri Staphylococcus. Virus dan bakteri adalah dua jenis sumber penyakit yang berbeda. Karena itu, penanganan yang diperlukan berbeda pula.

Cacar madu merupakan kelainan yang terjadi di sekitar lubang hidung dan mulut. Cirinya adalah kemerahan di kulit dan lepuh yang cepat pecah, sehingga meninggalkan keropeng (kulit mati) yang tebal dan berwarna kuning, seperti madu. Bila keropeng dilepaskan, terlihat luka lecet di bawahnya.

Bandingkan dengan cacar api yang sering muncul di ketiak, dada, dan punggung. Cirinya adalah muncul warna kemerahan di kulit dan gelembung-gelembung (mirip kulit yang tersulut bara api rokok). Kemiripan inilah yang mungkin membuatnya disebut cacar api.
Gelembung di kulit ini berisi nanah yang mudah pecah. Cacar api sangat mudah menular dan berpindah dari satu bagian kulit ke bagian lain. Jika terjadi pada bayi baru lahir, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Penyakit ini dapat disertai demam dan menimbulkan infeksi serius.

Karena penyebabnya berbeda, pengobatan kedua jenis cacar tersebut di atas juga berbeda. Meski demikian, ada pula kesamaan di antara keduanya, yakni menimbulkan bekas kalau sampai pecah. Jenis cacar air lebih berat bekasnya.
Nah, bila telah ditemukan penyebabnya, terapinya bisa relatif mudah. Mengingat cacar api penyebabnya adalah bakteri, tinggal diberi antibiotik yang paten. Mudah-mudahan segera sembuh. Yang perlu diperhatikan adalah menjaga self hygiene atau kebersihan diri yang baik, agar tidak terjangkit penyakit ini.

Beda cacar air, beda pula cacar tanpa air, cacar yang tidak ada air ini bahasa medisnya adalah smallpox atau variola. Beberapa abad lalu virus yang diperkirakan berasal dari India atau Mesir mewabah dan membunuh banyak orang. Karena banyak bayi yang meninggal akibat serangan virus ini, tumbuh tradisi yang pantang memberi nama bayi yang baru lahir. Jika si bayi dapat bertahan dari variola, barulah ia akan diberi nama.
Smallpox ini tidak pandang bulu, menjangkiti kalangan mana pun. Tercatat penyakit ini telah membunuh Ratu Mary II dari Inggris, Raja Luis I dari Spanyol, Kaisar Joseph I dari Austria, Ratu Ulrika Elenora dari Swedia, Raja Louis XV dari Prancis, dan Tsar Peter II dari Rusia.
Para ahli kesehatan menyatakan bahwa keganasan virus variola melebihi gabungan berbagai penyakit infeksi lainnya. Virus ini sangat mudah menyebar dari orang ke orang. Gejala terjangkitnya smallpox mirip gejala flu, termasuk demam tinggi, keletihan, sakit kepala, dan sakit punggung, diikuti munculnya ruam di kulit.

Tidak ada pengobatan spesifik untuk penyakit ini, dan hanya imunisasi di seluruh dunia yang mampu menghentikan penyebaran smallpox, yang dilakukan pada tiga dekade lalu. Mungkin karena dinilai telah berhasil membungkam cacar ganas ini, pada tahun 1972 pemerintah Amerika Serikat menghentikan vaksinasi rutin.

Ada lagi cacar jenis lainnya dengan sebutan dampa, dompo, atau cacar ular biasa menyerang orang dewasa/lanjut usia, merupakan sekuel dari penyakit varisela. Bila keadaan penderita lemah, kelelahan, atau pada penderita AIDS, si virus yang tadinya diam saja muncul dan menimbulkan herpes zooster. Sangat jarang zooster muncul tanpa didahului varisela.

Gejala herpes zoster, berupa gelembung berkelompok, hanya pada suatu segmen tubuh atau sebelah badan. Rasanya sakit, perih, panas. Pada cacar air, pasien hanya merasa gatal. Virus hidup dalam jaringan saraf belakang. Lokasi kelainan pada kulit sesuai dengan daerah persarafan jaringan tersebut.

Gejala herpes zooster dimulai dengan sakit parah pada bagian dada, punggung, atau di mata dan dahi. Kerap terjadi hanya pada satu sisi tubuh. Sehari atau dua hari kemudian, herpes muncul pada daerah kulit yang dihubungkan dengan radang saraf. Gejala umumnya adalah panas, pusing, dan tidak ada nafsu makan. Sering juga terasa nyeri di otot dan tulang, kemudian timbul ruam di kulit berwarna kemerahan. Dalam waktu singkat berubah bentol-bentol yang berisi cairan jernih (vesikel). Vesikel ini biasanya berkelompok, berbeda tingkat kematangan isi cairannya. Ada yang jernih, keruh, berisi nanah, bahkan ada yang berisi seperti darah.

Patut diwaspadai nyeri yang timbul sesudah serangan herpes. Biasanya berlangsung selama beberapa bulan, kadang sampai beberapa tahun. Semakin tua usia penderita herpes zooster, makin tinggi pula risiko terkena serangan nyeri. Berbahaya kalau herpes zooster muncul di wajah dan gelembungnya kena mata. Karena itu, herpes perlu penanganan harus tuntas. Tidak benar kalau merasa sudah sembuh lalu menghentikan obat. Obat antibiotika tidak dianjurkan. Salah satu obat adalah golongan asiklovir, dengan dosis 5 kali 800 mg selama 7-10 hari.
Tak sedikit orangtua yang ragu terhadap vaksinasi cacar karena anak yang sudah diimunisasi tetap berisiko terkena cacar air. Sementara bila anak pernah terkena cacar, di tubuhnya akan terbangun antibodi terhadap virus tersebut. Jadi, lebih baik mendapat kekebalan dari vaksinasi atau dari infeksi virus varicella itu sendiri.

Vaksinasi memberikan perlindungan penuh terhadap cacar air pada 8-9 dari 10 orang. Pada orang yang tetap mengalami cacar air setelah vaksinasi, cacar air yang dialami sangat ringan, dengan jumlah ruam di bawah 50, demam ringan atau tanpa demam. Sakit cacar juga hanya berlangsung beberapa hari. Bandingkan dengan 500 ruam (lepuh) yang bisa dialami pasien cacar karena belum divaksinasi.

Vaksinasi sebaiknya diberikan kepada anak usia 12-18 bulan yang belum terkena cacar air mendapatkan satu dosis vaksinasi. Anak usia 19 bulan hingga 13 tahun yang belum terinfeksi cacar air mendapatkan satu dosis vaksinasi. Wanita usia produktif yang belum pernah terkena cacar air dan tidak sedang hamil. Orang dewasa dan remaja yang belum terkena cacar air dan tinggal dengan anak-anak. (net/jpnn)

Senin, 01 Februari 2010

hai.... salam kenal buat semua blogger mania!!!!!